|
Tugu Putri Runduk di Sibolga |
SIMANINGGIR ONLINE -- Sebuah tulisan di akun Facebook
ANEKA PESISIR TAPTENG SIBOLGA mengunkap hubungan antara Barus dan Sriwijaya.
Barus dan Sriwijaya mungkin pernah menyatu dalam sebuah periode walau kebanyakan terpisah.
Berikut tulisannya:
SRIWIJAYA DAN BARUS
Sibuk buka sejarah Sriwijaya dapat temuan mengejutkan !
Ternyata di abad ke 7 suami dari Putri Runduk Raja Jayadana berasal dari kerajaan Sriwijaya.
Mengurut pada tahun kejadian tepatnya antara kurun 671 masehi hingga 702 masehi Sriwijaya dipimpin oleh raja Dapunta Hyang Sri Jayanasa, dan nama ini ada kemiripan dengan nama raja yang disebut dalam kisah Putri Runduk yakni Raja Jayadana.
Karena menurut catatan sejarah tersebut sama persis dengan masa Islam pertama masuk ke negeri Barus. Dimana Menurut I Tsing, seorang pendeta Buddha yang pernah mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan,
Telah singgah pula di Barossai ( Barus).
Di negeri asal Biksu I-Tsing yakni Cina, pada paruh pertama abad keenam juga disebutkan mengenai kamper. Lebih menarik lagi, karena penyebutannya adalah “kamper Po-lu”. Po-lu merupakan salah satu nama tempat yang kerap diasosiasikan dengan Barus di Sumatra. Selain “Po-lu” (yang juga pernah disamakan dengan Perlak), beberapa nama lain yang pernah dilekatkan kepada Barus pada masa Sriwijaya antara lain Lang-po-lu-si (dalam Hsin-Tang-shu atau sejarah baru Dinasti Tang), Pin-su, dan Fansur. Nama yang terakhir ini merupakan penyebutan versi bangsa Arab.
Saat ini, Barus merupakan kota kecil di pesisir Sumatra Utara bagian barat, menghadap ke Samudra Hindia. Bagaimanapun, pada masa lalu, agaknya Barus kerap pula digunakan untuk menyebut Sumatra bagian utara secara umum.
Raja Sriwijaya pada awal abad kedelapan (mungkin Sri Indrawarman, penerus Dapunta Hyang Sri Jayanasa) dalam suratnya kepada penguasa Dunia Arab menyebutkan bahwa negerinya adalah tanah yang ditumbuhi pohon bahan kapur barus. Sang maharaja menyebutkan, keharuman kapur barus tercium hingga “bermil-mil”.
Di sunting sebagian dari National Geographic Indonesia.
Apakah memang Barus juga menjadi bagian dari Sriwijaya ?
Wallahu A'lam Bish-Sawabi
Menanggapi ini seorang netizen menanggapi:
Adi Tan:
Barus Mungkin bisa jadi pernah menjadi salah satu wilayah kekuasaan Sriwijaya mamak admin. Tp mungkin sebatas daerah hegemoni atau daerah dibawah angin, karano dinasti pardosi dak putui mamerintah Barus sampai abad 16 sebelum barus dibagi duo.
Mangapo baitu, karano dak ado candi peninggalan Sriwijaya di hampir seluruh wilayah Barus Raya sarupo di jambi, pagaruyung dan Portibi.
Kaitannyo ka putri runduk bisa jadi memang dinasti pardosi menganut ajaran hindu/ buddha sabolun datang islam.
Wallahualam.
Sumber lain: (baca)
Pulau Mursala atau Mansalaar Island merupakan pulau terbesar yang dimiliki Kabupaten Tapanuli Tengah, terletak di sebelah barat daya kota Sibolga dan masuk dalam wilayah Kecamatan Tapian Nauli. Pulau ini berada di antara Pulau Sumatera dan Pulau Nias.
Luas Pulau Mursala sekitar 8.000 ha dan dapat ditempuh selama 1 jam menggunakan kapal cepat dari Sibolga. Pulau ini dihuni sekitar 60-an KK, dan dikitari belasan pulau-pulau kecil yang kebanyakan tidak berpenghuni. Air terjun Pulau Mursala terkenal sebagai salah satu dari sedikit air terjun di dunia yang langsung terjun ke laut. Beberapa di antaranya adalah Kilt Rock Waterfall di Skotlandia, Falls Sounds Milford di Fjords Selandia Baru, dan Jeongbang di Pulau Jeju, Korea Selatan.
Di sekitar Pulau Mursala juga terdapat pulau-pulau lain yang juga mempesona, di antaranya Pulau Puti, Pulau Silabu Na Godang, Pulau Kalimantung Na Menek, Pulau Jambe, dan masih banyak pulau yang lainnya. Pulau-pulau tersebut juga memiliki keindahan yang tak kalah dari Pulau Mursala. Laguna dengan pantai pasir putih yang menyatu antara Pulau Silabu Na Godang dengan Pulau Kalimantung Na Menek, serta perairan dangkal dengan aneka terumbu karang dan ikan hias yang indah di sekitar Pulau Jambe.
Air terjun Pulau Mursala rasanya tawar. Nah, ada yang misterius soal asal muasal sumber air terjun ini. Sebagian warga setempat menduga, sumber airnya berasal dari Danau Toba, yang mengalir lewat bawah tanah. Konon, terkadang ditemukan jerami di aliran air terjun saat musim panen padi di kawasan danau Toba. Tapi ada juga yang menyebut, airnya berasal dari sebuah sungai yang membelah Pulau Mursala. Mana yang benar? Belum ada penelitian yang membuktikannya.
Keunikan lain yang dimiliki air terjun pulau mursala ini adalah bahwa air terjun ini berasal dari aliran sungai terpendek didunia. Memiliki lebar 400 meter dengan panjang hanya sekitar 700 meter. Mungkinkah ini berarti ada mata air yang begitu besar di pinggir laut?
Air terjun setinggi 35 meter ini langsung jatuh dari tebing pulau ke permukaan laut. Hasilnya, sekitar 100 meter air laut di sekitar air terjun rasanya tawar. Percampuran ini menghasilkan terumbu karang yang unik dan indah. Untuk menyaksikan keindahan air terjun itu, Anda menyewa kapal dari Pantai Kahona Tapteng, dengan harga sewa Rp1 juta-Rp1,5 juta. (dame ambarita)
Putri Runduk
Kisah tentang ‘Putri Runduk’ sangat dikenal oleh masyarakat di sepanjang pesisir barat Sumatera Utara, mulai dari Barus sampai ke Natal, meski dengan versi masing-masing.
Dari sisi cerita, Putri Runduk tak kalah menarik dengan cerita lain yang ada di bagian lain tanah air kita. Ada cerita tentang Kejadian Danau Toba di Tanah Batak, Malin Kundang dari Minang, Sampuraga dari Mandailing, Putri Hijau dari Melayu Deli, Roro Jonggrang dari Jawa, Nyi Roro Kidul, dll.
Sebuah cerita rakyat biasanya dituturkan oleh para orang tua kepada anak dan cucu mereka. Demikianlah dari waktu ke waktu dari zaman ke zaman, cerita itu mengalir dan terwarisi oleh generasi berikutnya. Selain itu, cakupan wilayah kisah dan cerita yang sangat luas, menyangkut demografis wilayah lain, selayaknya menjadi pemikiran untuk dicari kesamaan versi dan alur ceritanya.
Siapakah sesungguhnya sosok Putri Runduk?
Menurut cerita, Putri Runduk adalah permaisuri Raja Jayadana yang memerintah Kota Kerajaan Barus Raya, sebuah kerajaan Islam di wilayah Sumatera Utara abad ke-7 M.
Dengan parasnya yang sangat cantik, Putri Runduk dikagumi oleh Raja Mataram Sanjaya dan Raja Janggi dari Sudan/India. Karena sang putri menolak, ia pun melarikan diri ke Pulau Mursala yang sudah porak poranda akibat diserang dan dikuasai oleh Raja Sanjaya, yang kemudian direbut oleh Raha Janggi.
Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa Putri Rungguk adalah Putri Raja Barus yang sangat Cantik yang dibuang ke salah satu pulau dekat kerajaan barus bersama hulu balangnya karena melanggar tradisi atau adat. Dan ada juga kisahnya sbb: ketika kerajaan mongol mengirimkan utusannya kepada kerajaan-kerajaan di jawa yaitu mojopahit,dengan membawa banyak pasukan agar kerajaan mojopahit bersedia tunduk kepada kerajaan mongol.Para utusan dan pasukan kerajaan mongol singgah dikerajaan barus yang merupakan kota niaga,lalu salah satu jendral mongol menyukai putri runduk yang merupakan putri kejaan barus,tetapi putri runduk tidak bersedia untuk dinikahi.sehingga putri runduk melarikan diri ke pulau mursala,mendengar keberadaan putri runduk yang telah melarikan diri dengan menaiki sampan(kapal kecil)pasukan mongol berserta jendralnya mencoba mengejarnya,tetapi sayang mereka kehilangan jejak putri runduk sehingga mereka(pasukan mongol) sampai ke pulau nias,sebagian dari mereka menetap dan mempunyai keturunan disana dan sebagian lagi pulang kemongol,sampai saat ini saya sangat meyakini cerita tersebut melihat suku dan ras nias sangat berbeda jauh dengan suku suku batak yg ada di SUMUT,raut wajah suku nias tidak berbeda jauh dengan raut wajah bangsa mongol.Keterangan ini dikuatkan dengan informasi pelaut yang sering melihat keberadaan dua orang wanita yangmana salah satunya memakai pakai merah dan sering memanggil kapal2 yang melintasi pulau mursala yang mereka yakini itu adalah PUTRI RUNDUK
Ditinjau dari sejarah, referensi tertulis mengenai Putri Runduk tidak banyak. Namun penulis mengutip tulisan HA Hamid Panggabean, Drs H Afif Lumbantobing dkk, dalam buku Bunga Rampai Tapian Nauli terbitan tahun 1995.
Dari halaman 211–213 disebutkan: Sekitar abad ke-7 di kota Kerajaan Barus Raya, memerintah seorang raja yang cukup ternama. Raja Jayadana (tidak disebutkan keturunan dari mana ataupun berasal dari negeri mana) namanya. Wilayah kerajaan ini membawahi daerah yang sudah memasuki era Islam, disebutkan Kota Guguk dan Koota Beriang, di dekat Kade Gadang (Barus) sekarang ini. Pada masa itu Barus telah menjadi bandar niaga rempah dan kapur Barus yang terkenal itu.
Layaknya seorang Raja, maka Raja Jayadana beristerikan (permaisuri, ratu) yang bernama Putri Runduk (tidak tertulis asal dari mana dan keturunan dari siapa).
“Kecantikan sang permaisuri sampai ke luar wilayah kerajaan. Dan Barus sebagai bandar niaga antar wilayah dan kerajaan, ikut menyebarluaskan perihal kecantikan luar biasa dari sang ratu, Putri Runduk!” tulis HA Hamid Panggabean, Drs H Afif Lumbantobing dkk, dalam bunga rampai mereka.
Disebutkan, beberapa raja di luar wilayah Barus, akhirnya berspekulasi merebut Putri Runduk dari kerajaan Jayadana. Tercatat Raja Janggi dari Sudan-Afrika, dan Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram. Bahkan seorang Raja dari Cina datang melamar dengan baik-baik.
Selanjutnya ditulis, Raja Janggi dan Raja Sanjaya ingin menguasai Barus sebagai bandar perdagangan dunia pada masa itu, melalui peperangan sekaligus ingin memiliki sang ratu Putri Runduk.
Demikianlah, Raja Sanjaya berhasil menewaskan Raja Jayadana dan isterinya Putri Runduk ditawan, karena menolak lamaran Raja Sanjaya. Masalahnya Raja Sanjaya beragama Hindu, sedangkan sang putri beragama Islam.
Simaklah pantun berikut ini:
kota guguk kota bariang
ka tigo kota di muaro
ayam bakukuk ari siang
puti runduk ditawan jao
red. kota guguk kota beriang
ke tiga kota di muara
ayam berkokok hari siang
putri runduk ditawan jawa
Ternyata..,inilah kesempatan yang dinanti oleh Raja Janggi. Mengetahui Putri Runduk telah ditawan oleh Raja Sanjaya, Raja Janggi dan pasukannya menyerang Raja Sanjaya. Pertempuran kembali terjadi di Barus, dan Kota Guguk pusat kerajaan Jayadana hancur porakporanda. Raja Janggi berhasil mempecundangi Raja Sanjaya.
Sekelompok pengawal setia dari sisa kerajaan Jayadana menyelamatkan ratu mereka Putri Runduk ke Pulau Morsala. Dalam pelarian inilah, disebutkan berceceran peralatan dan perbekalan yang dibawa oleh rombongan Putri Runduk, lalu terdampar di pulau-pulau kecil sekitar pulau Morsala. Dinamailah pulau-pulau itu sesuai barang yang terdampar di situ. Seperti, Pulau Situngkus, Pulau Lipek Kain, Pulau Tarika, Pulau Puteri, Pulau Janggi, dll.
Raja Janggi sampai juga di Pulau Morsala. Ketika hendak menangkap Putri Runduk, sang putri memukulkan tongkat akar bahar ke kepala Raja Janggi (tidak jelas ditulis, apakah Raja Janggi tewas atau ikut terjun ke laut mengejar Putri Runduk yang terlebih dulu terjun ke laut karena putus asa?).
Entah benar atau tidak, dari kejadian itu oleh masyarakat dikaitkan dengan pantun pesisir sebagai berkut:
pulo puti pulo panginang
ka tigo pulo anak janggi
lapik putih bantal bamiang
racun bamain dalam ati
Setelah peristiwa tragis itu, disebutkanlah seorang pembantu Putri Runduk, yang tugasnya mengurusi rumah tangga kerajaan, seorang pemuda anak nelayan miskin bernama ”Sikambang Bandahari.” Pemuda ini meratap dan menyesali diri, tak mampu membela dan menyelamatkan Putri Runduk. Ia juga meratapi majikan yang bunuh diri terjun ke laut, menyesali raja-raja zalim, dan kerajaan yang telah hancur.
Ratapan sedih Sikambang itulah.., yang akhirnya menjadi ”ratapan legendaris”, yang hari ini kita kenal sebagai lagu Sikambang..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar