Beberapa Istilah Formal Batak - Simaninggir

Home Top Ad

Senin, 28 Januari 2019

Beberapa Istilah Formal Batak

SIMANINGGIR ONLINE -- NAMA NAMA PEMIMPIN DI ORANG BATAK


Dari sudut pandang Toba.
Banyak sebutan pemimpin bagi orang Batak Toba, seperti :
Ihutan, Uluan, Pargonggom,Paramak Sobalunon,
Parbahulbahul Nabolon, Parhatian Pamonari, Parninggala
Sibola Tali, Parhatian Sora Monggal, Partahi Jala Parhata, dll.
Diantara sekian penyebutan pemimpin tersebut penulis
tertarik dengan istilah Partahi Jala Parhata.

1) Partahi terdiri dari kata dasar Tahi = Siasat. Atau lebih
luas juga berarti Ahli Perencana, Strategis dan Taktis.
Seorang Bupati harus mampu memimpin rakyatnya untuk
menuju kesejahteraan dan kemakmuran. Tentu dengan cara
rencana yang strategis dan taktis melalui satu kesatuan
program memanfaatkan potensi daerahnya mencakup potensi
alam, potensi sumber daya manusia yang dikelola secara arif
dan bijak. Rencana yang strategis dan taktis ini dapat dilihat
dari cara seorang pemimpin Batak Toba dulunya membuat
perkampungan atau disebut mamungka huta. Huta selain
untuk hunian harus juga dekat dengan persawahan, terhindar
dari marabahaya alam, manusia/musuh maupun binatang.
Sebagai pemimpin huta sedikitnya mereka mengerti tentang
akibat banjir, angin topan. Karenanya mereka membuat huta
diatas bukit, dilindungi pagar bambu dan konstruksi rumah
dengan kolong yang tinggi dan pintu masuk yang unik. Luas
kepemimpinannya sejauh mana luas lingkungan keluarga yang
masih ada hubungan darahnya daripada keluarga itu. Pandai
menggerakkan anggota keluarga untuk tujuan pembangunan
daripada kebutuhan anggota keluarga tersebut. Lebih jauh
unsur tahi ini tercermin dari seorang pemimpin huta harus
menguasai masalah pertanian, seperti : membajak,
mencangkul, membuka tanah baru, juga masalah-masalah
pertukangan. Sebagai seorang pemimpin tergantung
daripadanya menetapkan batas-batas sawah, ladang maupun
pekarangan rumah. Ianya sangat paham istilah “ patamba
partuturon “ yang berarti meluaskan sejauh mungkin
relationship sebagai akibat daripada perkawinan
kekeluargaan. Taktik ini sangat brillian untuk
mengembangkan persatuan yang luas dalam arti dan tujuan
meluaskan sejauh mungkin hubungan kekeluargaan.
Menguasai sistem Dalihan Na Tolu ( DNT ) sebagai
persekutuan anak, boru, hulahula. Dimana penekanan DNT
terutama kepada hulahula tidak diperbolehkan, 1)
Pengambilan harta yang bukan miliknya terutama milik boru
( hilang ), 2) Merampas harta yang bukan miliknya, terutama
milik boru ( heum ), 3) Perasaan dengki terhadap anak
maupun boru ( hosom ), 4) Mengharapkan sesuatu terutama
dari boru ( hirim ). Sistem DNT ini pada saat itu belum
dicekcoki masalah-masalah penindasan manusia atas
manusia, feodalisme, kapitalisme. Lain diera saat ini dimana
sistem DNT telah bertujuan kearah yang matematis, terlebih
tentang untung rugi. Sehingga arti “ BOLI “ diartikan BELI =
TUHOR bhs Batak Toba. Padahal BOLI arti sebenarnya adalah
jaminan hidup sebagai “ asuransi “ BORU di huta paranak
disebut SINAMOT. Sebagai mahar perkawinan Paranak
memberi SOMBA UHUM kepada Parboru . DNT sekarang ini
dijalankan dimana hukum adat itu dilaksanakan sesuai
dengan syarat-syarat dimana hukum adat itu diberlakukan
pada zamannya. Tetapi itulah salah satu kriteria pemimpin
Batak Toba dimana kecakapannya menjalankan atas ide dan
gagasannya fleksibel dijaman mana ianya hidup. Sesuai
dengan falsafah “ Tuat nadolok martungkothon sialagundi,
Napinungka ni ompunta naparjolo siihuthononni naparpudi “.
Sialagundi satu jenis tanaman keras dapat tumbuh hingga
diameter 60 Cm. Dikala berdiameter 2 Cm oleh orangtua
jaman dulu dipakai sebagai tongkat yang ternyata sialagundi
tersebut sangat elastis bagaikan rotan tidak mudah patah.
Elastisitas inilah dimana adat tersebut dijalankan dan
diberlakukan sesuai dengan jamannya. Dulu sistem pertanian
diterapkan atas dasar astrologi, sekarang ini diterapkan atas
dasar teknologi pertanian. Beras sebagai salahsatu sumber
kehidupan hingga kini masih tetap disebut Sipinir Ni Tondi.
Karena Jiwa lebih diartikan sebagai ‘TONDI’ yang merupakan
kejadian-kejadian murni sebagai materi penyusunan-peny
usunan terdalam dari apa saja yang bereksistensi, dipanggil
dengan sebutan MULAJADI NABOLON. Tiada yang salah
dengan itu bukan?
2) Parhata dapat disebut ahli pidato, ahli propakanda,
advokat. Mula dari hata adalah pollung seperti yang
disebutkan dalam kalimat sastra sebagai berikut : Teptep
mulani gondang, serser mulani tortor, pollung mulani hata,
gongkon sipaimaon joujou sialusan. Seseorang disebut malo
marhata / pintar bertutur kata identik dengan sifat baqa
manusia Batak yang dibawa lahir disebut parpollung tubu.
Pemimpin menurut kriteria Batak Toba dulunya harus
menguasai adat istiadat termasuk halhal yang menyangkut
spiritualisme. Sebagai raja adat adalah orang yang
berkemampuan membahasakan pantun-pantun ( umpama,
umpasa, pasapasa, anian). Setiap perdebatan dalam acara
marhata adat termasuk penolakan gagasan yang diajukan,
pemimpin harus tampil dengan kepintarannya sebagai ahli
pidato menurut bahasa dan cara yang umum dilakukan orang
Batak Toba dalam usaha untuk meyakinkan lawan bicara.
Pada umumnya ahli adat sebelum menyampaikan
pendapatnya terlebih dahulu mengatakan “ jumolo mangido
santabi “ yang berarti terlebih dahulu meminta maaf. Sebagai
propagandais memberikan penjelasan yang meyakinkan dan
keterangan yang konkrit untuk mewujudkan sesuatu tujuan
seperti anian “ Ambo boa anso soit, pamiok rohami otik asa
tulus sinangkap ni roha “. Ketika perang Batak melawan
Kolonialisme Belanda, pemimpin Raja Singamangaraja XII
memimpin perjuangan pada tanggal 1 Juli 1883 ke Balige dan
berhasil mendudukinya, sebelumnya beliau mengadakan rapat
raksasa dan secara propagandais berpidato sebagai berikut :
“ Ahu Sisingamangaraja sian Bakara, tinomu ni nipingku
niondol ni tona ni Ompunta Mula Jadi Na Bolon, na
niampuhon ni Tuan Singamangaraja anak ni ompunta Si Raja
Batak, mula ni hita jolma halak Batak, sipaojak luat dohot
huta ni bangsonta, sipajadi partuturon dohot marganta;
siampehon bohi hangoluan tu pomparanna; marbingkas sian
ondeng, ala ni panggomahon ni si “Bontar mata” tu tanonta
dohot panggonggomanna tu bangsonta; ahu Singamangaraja
XII raja na bangkit tu partontangan on rap dohot hamu angka
raja-raja Toba asa marsada tahi, sada gogo laho mandopang
musunta sibontarmata Olanda (Belanda?), jala sian sadarion
hudok tu hamu asa manang ise na boi manangkup tuan
kontrolir VanDiik, hulehon hepeng sagodang ni $ 300,-. I ma
asam ni 300 kaleng boras manang 30 lombu….du/dst
( Moh.Said “Singamangaraja XII” hal 124).
Terjemahan bebas:
“Aku Sisingamangaraja dari Bakara, firasat mimpiku yg
dititiskan Tuhan Maha Besar, yang diterima oleh Tuan
Singamangaraja anaknya Siraja Batak, mula manusia Batak,
yang menghempangkan wilayah luas dan permukiman bangsa
Batak, yg menjadikan persaudaraan dan marga; yg
memberikan jalan kehidupan bagi keturunannya; berdasar dari
alasan berikut ini, karena keserakahan si”Mata putih” yg ingin
mengusai tanah dan jiwa bangsa kita; aku Sisingamangaraja
XII raja yang bangkit melawan bersama rajaraja Toba utk
bersatupadu , melawan musuh kita simataputih Olanda
(Belanda?), dari mulai hari ini saya katakan kepada kamu
sekalian sesiapapun yang dapat menangkap kontrolir VanDiik,
saya berikan uang sebesar $ 300, setara dengan 300 kaleng
beras atau 30 ekor lembu….dst (Moh.Said “Singamangaraja
XII” hal 124).
Teranglah bahwa seorang pemimpin itu adalah ahli
propaganda yang cakap mengutarakan buah pikirannya
berdasarkan pengetahuan yang dalam tentang adat istiadat,
tarombo, hukum, soal perang, pembangunan, siasat, taktik,
dan dengan kecakapannya itu masyarakat mudah menerima
buah pikirannya dan mengikutinya.
Sebagai advokat sebagaimana kecakapan di bidang
perpidatoan maupun propagandais yang menguasai banyak
hal juga pintar bersilat lidah. Seperti apa yang terjadi didunia
advocat di Indonesia saat ini. Begitu banyaknya etnis Batak
sebagai advocat handal, tak lain dan tak bukan dikarenakan
sifat baqa yang dibawa lahir itu telah terakumulasi didalam
dirinya sebagai ahli debat/silat lidah. Disisi lain arti anian “
Ijuk diparapara hotang diparlabian, nabisuk nampuna hata
naoto tu panggadisan “ adalah untuk membedakan antara
orang yang cakap berbicara / parpollung tubu atau raja
parhata dengan orang yang tidak cakap berbicara. Sisi
negatip dari anian ini adalah yang pintar membiarkan yang
bodoh tetap bodoh. Jika itu hukum yang absolut bagi setiap
pemimpin, terang adalah salah ditinjau dari prinsip demokrasi.
Seperti apa tujuan Belanda menjajah Tano Batak, hancurkan
budayanya lalu kuasai dirinya. Pada akhirnya kepintaran itu
hilang dari diri orang Batak, akibatnya istilah Pande/Ahli
punah hingga kini. Di era millennium ini kepemimpinan
seseorang cenderung dilihat dari jabatannya, harta
kekayaannya. Kurangnya pemimpin Batak saat ini yang
mampu membuat keputusan berdasarkan kearifan atas
dirinya sebagai ciptaan Tuhan dan lebih menonjolkan
pikirannya daripada hatinuraninya, menjadi suatu tantangan
bagi generasi Batak selanjutnya.

(Diambil dari cuplikan tulisan saya
KEBUDAYAAN BATAK
DIANTARA PUTIK YANG BERKEMBANG, Catatan Dr.Bahsya
Pardede,DD).
Diharapkan dlm diskusi teori kepemimpinan ini ada
pendekatan dari sudut pandang Karo, Mandailing, Pakpak,
Simalungun.
Bujur, Diateitupa, Mauliate, Terima Kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar