Apakah Pakpak Berasal dari Kata Waqwaq? - Simaninggir

Home Top Ad

Senin, 28 Januari 2019

Apakah Pakpak Berasal dari Kata Waqwaq?

ilustrasi Waqwaq di buku Arab
SIMANINGGIR ONLINE -- Ada sebuah teori yang mengatakan bahwa Pakpak atau suku Pakpak di tanah Batak berasal dari kata Waqwag sebuah suku misteris yang diceritakan di beberapa legenda pelaut Arab mempunyai pohon yang misterius.

keterangan
Pohon ini tentunya sangat berharga melebihi "pohon uang" sehingga secara hiperbolik diceritakan pohonnya bisa berbuah manusia.

Kisah manusia bersatu dengan pohon memang ada di suku Pakpak (baca). Pakpak juga punya pohon kemenyan dan kamfer yang juga saat itu sangat mahal.

Kata ‘pakpak’ dalam bahasa Pakpak bermakna tinggi. Bisa jadi karena berdiam di dataran tinggi atau pegunungan maka masyarakatnya dirujuk sebagai orang Pakpak. Sejauh ini selain hasil telusuran berdasar asal-usul kata (etimologi) ada juga tafsir ‘pakpak’ versi lain. Ada yang mengatakan kata ini berasal dari ‘wakwak’, sebutan untuk kawasan ini oleh warga negeri Abunawas (Irak sekarang) di zaman baheula.

Kata Pakpak tidak saja monopoli Sumatera Utara, tapi juga Papua yakni Fakfak.

Ada juga nama Pakpak di Filipina. Seorang pejuang bernama Datu Amai Pakpak atau Datu Ama ni Pakpak diketahui bertempur melawan kolonial Spanyol pada 1895.

Dalam sebuah petikan tentang rute laut ke Cina dalam Kitab al-Masalik wa 'l-Mamalik (Kitab Jalan dan Negara), Ibnu Khurradadhbih memberikan perkiraan ukuran dari Samudra Hindia: “Panjang laut ini, dari Qulzum [di kepala Laut Merah] menuju Waqwaq, adalah 4500 farsakhs.” Ia juga menyatakan bahwa jarak dari Qulzum ke pelabuhan Farama di Mediterania adalah 25 farsakhs. Jarak terakhir, ia menulis, berkaitan dengan panjang satu derajat di meridian sehingga, pada jarak 4500-farsakh menuju Waqwaq sesuai dengan 180 derajat. Oleh karena itu Waqwaq terletak persis di separuh dari dunia bila dihitung dari Qulzum. Dengan nama yang aneh dan jarak ke timur yang cukup jauh, keberadaan Waqwaq tampaknya lebih menjadi legenda daripada nyata secara geografi.

Namun Ibnu Khurradadhbih jelas berpendapat bahwa Waqwaq adalah tempat yang nyata. Dia menyebut itu kurang lebih dua kali: "China Timur adalah tanah-tanah Waqwaq, yang sangat kaya dengan emas yang digunakan penduduk untuk membuat kalung rantai bagi anjing dan monyet mereka dari logam ini. Mereka membuat jubah tenun dengan emas. Kayu hitam yang sangat baik ditemukan di sana.” Dan lagi: “Emas dan kayu hitam (ebony) semua diekspor dari Waqwaq."

Nias disebut juga bagian dari wilayah Waqwaq yang dimaksud


Jadi di mana letak Waqwaq?

Editor Ibnu Khurradadhbih pertama di Eropa, sarjana Belanda Michael Jan de Goeje, mencatat bahwa salah satu nama Cina untuk Jepang adalah wo-kuo (Negara Wo). Dalam dialek Kanton, yang akan terdengar oleh para saudagar Arab, ini akan dilafazkan dengan Wo-Kwok. Waqwaq akhirnya dengan hampir sempurna diterjemahkan sebagai nama Cina untuk Jepang.

Ini adalah salah satu solusi terpecahkannya misteri Waqwaq. Namun kelemahan identifikasi Goeje's adalah bahwa tidak ada dalam pernyataan Ibnu Khurradadhbih tentang Waqwaq yang memiliki kesamaan dengan Jepang. Meskipun “jubah tenun dengan emas” yang hampir tidak mungkin, apalagi untuk membayangkan monyet dan anjing yang menggunakan kalung dari emas. Model masyarakat yang keras pada Jepang abad kesembilan, membuat semua ini menjadi mustahil. Lagipula, Jepang juga tidak mengekspor kayu hitam.

Waqwaq juga dikenal sebagai nama pohon yang tidak biasa. Sebelumnya disebutkan referensi awal untuk pohon itu (walaupun tanpa nama) seperti merunut sumber di Cina, T'ung-Tien karya Ta Huan yang ditulis sebelum 801. Ta Huan menceritakan kisah yang diberitahu oleh ayahnya, yang tinggal di Baghdad selama 11 tahun sebagai tawanan perang setelah Pertempuran Talas. Ayah Ta Huan meng-klaim telah mendengar cerita berikut dari pelaut Arab:

Raja Arab telah memberangkatkan orang-orang dengan sebuah kapal, dengan mengambil makanan dan pakaian mereka, dan pergi ke laut. Mereka berlayar untuk delapan tahun tanpa arah. Di tengah laut, mereka melihat sebuah batu persegi; pada batu ini adalah pohon dengan cabang berwarna merah dan daun berwarna hijau. Pada pohon telah tumbuh sejumlah anak-anak kecil; panjangnya sekitar enam atau tujuh jempol. Ketika mereka melihat orang-orang, mereka tidak berbicara, tetapi mereka semua tertawa dan bergerak.

Cerita yang sama berulang kali terjadi dari sumber-sumber Arab, di mana pohon yang dikenali sebagai " pohon waqwaq," yang kemudian dibumbui kisah anak-anak yang berubah menjadi perempuan muda yang cantik bergantungan di cabang-cabang pohon dengan rambut mereka. Catatan klasik yang ditulis di abad ke-12 Al-Andalus, mengatakan perempuan-perempuan itu“jauh lebih indah sehingga tidak bisa di deskripsikan dengan kata-kata, tetapi mereka tanpa hidup atau jiwa .... Ini merupakan keajaiban dari tanah Cina. Pulau ini pada akhirnya dihuni.... “

Dua catatan, namun tidak ada yang sesuai satu sama lain. Salah satu menjelaskan kemajuan budaya yang indah: “Saya telah diberitahu oleh beberapa orang yang mereka bertemu dengan seorang laki-laki yang pernah ke Waqwaq dan berdagang di sana. Dia menjelaskan besar ukuran kota-kota mereka dan pulau-pulau mereka. Maksud saya bukan luas kawasan ini, tetapi jumlah populasi penduduknya. Mereka terlihat seperti orang Turki. Mereka sangat giat dalam seni dan semua orang di setiap tempat di negara mereka selalu mencoba untuk meningkatkan kemampuan mereka.”

Adapula yang jauh lebih menarik:
Pada tahun 945 orang Waqwaq berlayar dengan 1.000 kapal untuk menyerang Qanbaluh [di pantai Afrika Timur, berlawanan Zanzibar] .... Ketika ditanya mengapa Waqwaq menyerang Qanbaluh, daripada beberapa kota lain, mereka menjawab bahwa hal itu diperlukan di negara mereka dan juga Cina, seperti gading, kulit kura-kura, kumbang kulit dan ambergris di samping itu, mereka ingin ambil orang Zanj, yang kuat dan mampu melakukan kerja keras. Mereka berkata mereka berlayar selama setahun .... Jika orang-orang ini berkata benar bahwa mereka berlayar selama satu tahun, maka Ibnu Lakis juga benar ketika mengatakan Waqwaq adalah bukanlah Cina.

De Goeje masih yakin bahwa Waqwaq adalah Jepang, namun tidak berhasil untuk menemukan bukti sejarah serangan laut Jepang di Afrika Timur pada 945. Sarjana Perancis Gabriel Ferrand, adalah yang pertama kali mengidentifikasi Waqwaq dengan Madagaskar, kemudian dengan Sumatra. Hal ini kemungkinan didasarkan beberapa alasan diantaranya adalah ditemukannya sebuah catatan penyerangan Indonesia atas Madagaskar dan pantai Afrika Selatan, atau mungkin karena adanya akulturasi bahasa Austronesian dari kepulauan Indonesia ke Madagaskar.

Al-Biruni menulis Kitab al-Hind (Buku tentang India) di 1000 tarikh masehi, yang sebagian besar berdasarkan sumber-sumber dari bahasa Sansekerta, menyebutkan sebuah negeri dimana orang-orangnya lahir dari pepohonan dan bergelantungan dari cabang ke cabang dengan pusar mereka. Dari sini dimungkinkan pohon waqwaq berasal dari sumber sansekerta dan dongeng Arab tentang Waqwaq adalah cerita yang kabur pada sebuah masa saat kepulauan Indonesia masih di bawah pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha.

Cerita tentang Pohon Waqwaq sampai ke Barat, seperti halnya cerita-cerita timur lainnya, muncul salah satu manuskrip dari penjelajahan Friar Odoric pada Abad 14 dan pada salah satu kisah romantis Perancis tentang Alexander agung pada abad pertengahan. Penampakan kisah Pohon Waqwaq ini terakhir tercatat pada 1685, ketika semua misteri dari Samudera Hindia telah memudar dalam catatan orang-orang Eropa. Hal ini terdapat di dalam Safinat Sulayman (The Ship of Solomon/Kapal Sulaiman), sebuah catatan seorang Persia menuju Siam (Thailand) ditulis oleh seorang penulis yang menemani misinya. Ia menyatakan bahwa ia mendengarnya dari seorang kapten Belanda:

Dalam sebuah perjalanan kami ke Cina, kami membuang sauh di sebuah teluk dari sebuah pulau untuk menghindari badai besar. Ada sebuah hal aneh dari orang-orang yang mendiami pulau, dimana mereka hampir menyerupai makhluk hidup. Kaki mereka pendek, mereka telanjang dan memiliki rambut yang sangat panjang. Di malam hari mereka memanjat sampai puncak pohon-pohon mereka di dalam hutan, begitu juga dengan yang perempuan, sambil membawa anak mereka di lengan-lengan mereka. Setiap sampai di pohon, mereka akan mengikatkan rambut-rambut mereka kepada sebuah dahan dan bergantungan disana sepanjang malam.

Begitu banyak manuskrip yang merekam tentang Waqwaq, namun tidak ada yang mampu menunjukkan dimana letak atau keberadaannya. Pengucapannya yang mirip dengan Fakfak sempat mengidentifikasikan Waqwaq dengan daerah Fakfak yang terdapat di Papua Barat. Namun apapun bentuk Waqwaq, ini jelas terdapat di dalam sebuah teks Hindu Sansekerta, yang disebutkan pada abad delapan, seperti dikatakan utusan Cina oleh seorang pelaut Arab yang telah membawa seorang pendeta Perancis dan diceritakan ulang oleh seorang kapten laut Belanda kepada seorang utusan Persia kepada Raja Siam. (sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar