Industri pertahanan Indonesia kembali unjuk gigi di pameran Indo Defence 2024, ketika perusahaan Republikorp tampil percaya diri membawa konsep kapal induk lengkap dengan drone tempur Bayraktar TB2 di atas dek miniatur. Konsep yang disebut terinspirasi dari ITS Giuseppe Garibaldi milik Angkatan Laut Italia ini sontak mengundang perhatian kalangan militer dan pengamat pertahanan nasional.
Di sisi lain, PT PAL sebagai galangan kapal BUMN telah lama menunjukkan kapasitasnya membangun kapal perang kelas fregat, LPD, dan OPV. Dalam konteks ini, Indonesia sebenarnya punya dua opsi sekaligus: membeli kapal induk bekas dari negara sahabat dan sekaligus mendorong proyek pembangunan kapal induk dalam negeri oleh PT PAL dan Republikorp.
Tidak ada yang salah bila Indonesia sementara waktu mengakuisisi kapal induk bekas untuk kebutuhan latihan, patroli jarak jauh, atau operasi kemanusiaan. Banyak negara berkembang melakukannya sebagai solusi cepat mengisi kekosongan kekuatan laut strategis. Namun, yang jauh lebih penting, pengembangan kapal induk buatan dalam negeri tetap harus berjalan berdampingan.
Indonesia bisa memanfaatkan kapal induk bekas sebagai kapal pelatihan awak, ujicoba drone tempur maritim, dan basis operasi logistik lintas Samudera. Sementara itu, PT PAL bersama Republikorp dapat fokus mengembangkan prototipe kapal induk modern berbasis helikopter carrier dan drone carrier yang sesuai karakteristik perairan Nusantara.
Kompetisi antara PT PAL, holding Defend ID, dan Republikorp justru bisa menjadi pemicu percepatan inovasi. Pemerintah dapat mendorong kedua jalur proyek ini sekaligus, membangun kapal induk dalam negeri sambil menggunakan kapal induk bekas sebagai solusi jangka pendek. Ini bukan hal baru, karena banyak negara di kawasan Indo-Pasifik menerapkan skema serupa.
Model dek ski jump seperti yang diperkenalkan Republikorp maupun desain modifikasi LPD menjadi helikopter carrier oleh PT PAL bisa menjadi opsi jangka panjang. Nantinya, hasil karya anak bangsa ini akan jauh lebih ekonomis, mudah dirawat, serta kompatibel dengan wilayah kepulauan Indonesia yang luas.
Akuisisi kapal induk bekas tak perlu dipandang sebagai langkah mundur, sebab bisa menjadi jembatan penguatan kekuatan maritim sembari membangun kapal induk nasional. TNI AL dapat memanfaatkan kapal induk bekas itu untuk membentuk kultur operasional kapal induk yang selama ini belum dimiliki Indonesia.
Langkah pemerintah mendukung konsep kapal induk dalam negeri wajib diberikan insentif riset, subsidi material, dan pengurangan pajak impor komponen strategis. Tidak hanya PT PAL, Republikorp sebagai pelaku swasta pun harus diberikan ruang bersaing sehat dalam proyek strategis ini.
Ketegangan di Laut Natuna Utara dan kawasan perbatasan Indonesia-Filipina menjadi alasan kuat mengapa Indonesia memerlukan kapal induk sebagai pusat kendali udara maritim. Dengan drone dan helikopter tempur, kapal induk akan meningkatkan pengendalian perairan strategis yang selama ini rentan pelanggaran.
Saat ini ASEAN hanya memiliki satu kapal induk aktif, yakni milik Thailand. Indonesia berpotensi menjadi kekuatan maritim terbesar kedua di kawasan bila mampu merealisasikan proyek ini, baik melalui pembelian kapal bekas maupun pembangunan baru.
Yang tak kalah penting, pembangunan kapal induk dalam negeri akan menciptakan efek berganda bagi industri nasional. Galangan kapal, produsen senjata, industri baja maritim, sistem radar, hingga lembaga riset akan ikut terdorong maju seiring dengan berkembangnya proyek ini.
Proyek ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengekspor kapal induk ringan berbasis drone carrier ke negara-negara sahabat di ASEAN atau Afrika yang memiliki keterbatasan alutsista maritim. Posisi Indonesia sebagai produsen kapal induk ringan regional bisa tercipta dalam 7-10 tahun ke depan.
Pemerintah seyogianya membentuk tim koordinasi nasional proyek kapal induk yang melibatkan TNI AL, Kementerian Pertahanan, Kemenperin, PT PAL, Defend ID, dan pelaku swasta. Skema kerja terpadu ini akan menghindarkan tumpang tindih kepentingan serta mempercepat perwujudan kapal induk nasional.
Dalam hal perancangan teknis, Indonesia dapat mengambil referensi dek ski jump ala Canberra Class Australia atau dek datar seperti kapal induk Prancis Mistral Class. Kedua tipe itu dinilai sesuai untuk perairan Nusantara yang lebih cocok dengan kapal induk helikopter daripada kapal induk jet tempur.
Ke depan, tak hanya kapal induk besar, Indonesia bisa mengembangkan drone carrier, yakni kapal induk ringan berisi drone tempur dan pengintai yang lebih murah operasionalnya, namun sangat efektif untuk patroli perairan ALKI.
Republikorp dan PT PAL dapat membagi tugas pengembangan: Republikorp memfokuskan diri di kapal induk drone, sementara PT PAL memproduksi kapal induk helikopter multiperan. Dengan begitu, Indonesia akan punya dua jenis kapal induk sesuai kebutuhan kawasan.
Kementerian Pertahanan dapat memanfaatkan kerja sama teknologi dengan negara mitra seperti Italia, Turki, Korea Selatan, atau Tiongkok yang telah berpengalaman membangun kapal induk modern. Transfer teknologi dan alih keahlian harus menjadi syarat mutlak setiap proyek kapal induk yang masuk ke Indonesia.
Saat ini momentum Indonesia membangun kekuatan maritim sudah di depan mata. Baik dengan mengakuisisi kapal induk bekas maupun membangun kapal induk dalam negeri, keduanya penting untuk menopang kekuatan pertahanan dan diplomasi maritim Nusantara di era Indo-Pasifik yang kian memanas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar