Kamp pengungsi Zaatari di Yordania kembali menjadi sorotan setelah sebuah video menampilkan transformasinya dari sekadar tempat penampungan darurat menjadi desa yang berkembang. Video berjudul “الجار الغريب l كيف تحوّل مخيم الزعتري من مكان للنزوح إلى قرية تنمو وتتوسع؟” dipublikasikan di YouTube dan memperlihatkan dinamika kehidupan sehari-hari para pengungsi Suriah yang berhasil membangun aktivitas ekonomi dan sosial di tengah keterbatasan.
Awalnya, Zaatari hanyalah hamparan tenda di padang pasir. Ribuan pengungsi Suriah datang dengan tangan kosong, melarikan diri dari konflik yang menghancurkan rumah dan kampung halaman mereka. Namun, perjalanan waktu membuktikan bahwa manusia mampu beradaptasi bahkan dalam kondisi paling sulit sekalipun.
Jalan utama di kamp yang dulu sepi kini berubah menjadi pasar mini. Rekaman video memperlihatkan deretan toko roti, kios permen, bahkan warung makan kecil yang melayani kebutuhan sehari-hari pengungsi. Zaatari perlahan menjelma seperti kota kecil dengan denyut ekonomi sendiri.
Perubahan ini terjadi berkat keterampilan yang dibawa para pengungsi. Banyak di antara mereka dulunya adalah pedagang, tukang roti, pandai besi, hingga tukang cukur. Keahlian itu tidak hilang begitu saja, tetapi dipindahkan ke dalam kamp untuk menopang hidup. Dalam lima tahun, wajah Zaatari benar-benar berubah.
Restoran kecil mulai berdiri, menjual makanan khas Suriah yang membuat para pengungsi merasa lebih dekat dengan rumah. Pasar juga makin ramai, dengan barang-barang yang dijual tidak hanya kebutuhan pokok, tetapi juga produk hasil kerajinan tangan yang dibuat oleh warga kamp.
Fenomena ini mencerminkan daya tahan dan semangat masyarakat Suriah. Alih-alih pasrah dalam keterbatasan, mereka justru memanfaatkan pengalaman hidup untuk menciptakan peluang baru. Dengan begitu, Zaatari tidak hanya menjadi kamp pengungsi, melainkan komunitas yang produktif.
Kolaborasi juga terlihat jelas antara pengungsi Suriah dan warga Yordania. Keahlian yang dibawa pengungsi berpadu dengan keterampilan lokal, menghasilkan pertukaran pengetahuan yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Para pemuda Yordania, misalnya, banyak belajar dari cara pengungsi Suriah mengelola usaha kecil.
Video menyoroti peran para pemuda Suriah yang datang dengan pengalaman dalam teknologi dan berbagai bidang praktis. Mereka membantu menciptakan lapangan kerja baru, sekaligus memberi inspirasi kepada generasi muda Yordania untuk berwirausaha. Dari sinilah Zaatari berkembang lebih cepat daripada yang diperkirakan banyak pihak.
Meski demikian, tidak semua cerita di balik Zaatari penuh warna. Banyak keluarga yang masih menanggung kerinduan mendalam pada desa asal mereka di Suriah. Namun sebagian di antaranya sudah telanjur membangun kehidupan baru di kamp, hingga sulit meninggalkan usaha yang sudah berjalan.
Seorang warga dalam video mengaku lebih memilih tetap di kamp ketimbang pulang ke desanya yang masih hancur. “Di sini saya sudah punya pekerjaan. Di kampung, rumah belum dibangun kembali,” katanya. Pernyataan itu menggambarkan dilema besar yang dihadapi para pengungsi.
Zaatari kemudian menjadi gambaran umum kondisi pengungsian internal di Suriah. Banyak kamp serupa yang berkembang menjadi pusat kehidupan baru karena para pengungsi terpaksa menetap lebih lama dari yang dibayangkan. Pola bertahan hidup yang sama terlihat di Aleppo, Idlib, hingga Hama, di mana warga menciptakan usaha kecil di tengah reruntuhan.
Bagi pemerintah Yordania, Zaatari membawa tantangan tersendiri. Di satu sisi, kamp itu menampung ratusan ribu jiwa dan memerlukan infrastruktur yang layak. Di sisi lain, pertumbuhan aktivitas ekonomi di dalamnya memberi dampak positif bagi perekonomian lokal.
Pakar kemanusiaan menilai, fenomena Zaatari menunjukkan bahwa pengungsi bukan hanya kelompok yang harus ditolong, melainkan juga mampu berkontribusi. Dengan akses pendidikan dan dukungan yang tepat, mereka dapat membangun komunitas mandiri.
Namun, permasalahan besar tetap ada. Warga Zaatari masih menghadapi keterbatasan layanan dasar seperti listrik, air, dan kesehatan. Transformasi kamp menjadi desa mandiri tidak menutup fakta bahwa hidup di pengungsian tetap penuh tantangan.
Meski begitu, banyak pihak menilai apa yang terjadi di Zaatari adalah bukti ketahanan masyarakat Suriah. Mereka mampu menciptakan kehidupan yang relatif stabil meski jauh dari rumah. Kamp yang dulunya simbol penderitaan kini juga menjadi simbol harapan.
Zaatari kini kerap disebut sebagai “kota pengungsi” terbesar di dunia. Jalan-jalannya diberi nama, sekolah-sekolah berdiri, bahkan sistem sosialnya mulai menyerupai kota pada umumnya. Identitas baru itu lahir dari kerja keras penghuninya sendiri.
Fenomena ini memberi pelajaran penting bagi dunia internasional. Bahwa memberi ruang bagi pengungsi untuk berkarya bisa menghasilkan dampak positif jangka panjang. Zaatari tidak hanya menampung pengungsi, tetapi juga membuktikan kemampuan manusia untuk membangun kehidupan baru dari nol.
Seiring waktu, Zaatari akan tetap menjadi rumah sementara bagi banyak keluarga Suriah. Sebagian mungkin akan kembali ketika desanya pulih, sebagian lain akan terus menetap karena kehidupan baru sudah terbentuk di sini. Dilema itu akan mewarnai masa depan kamp.
Video yang beredar menjadi bukti nyata bahwa pengungsi adalah manusia yang tetap bisa menciptakan masa depan. Zaatari, dengan segala keterbatasannya, adalah kisah ketekunan, kreativitas, dan daya hidup masyarakat Suriah di pengasingan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar