Kekacauan sosial dan ekonomi di Suwaida semakin memprihatinkan akibat aksi milisi separatis Druze milisi Al-Hajri pro Israel yang kian hari menunjukkan sikap provokatif. Warga Druze dan Arab di wilayah ini mulai kehilangan kesabaran karena nuansa ketegangan yang terus berlangsung. Demonstrasi anti-Damaskus yang rutin dilakukan oleh milisi ini serta pamer kekuatan militer di jalanan membuat iklim kehidupan sehari-hari menjadi tidak kondusif.
Akibat aksi milisi, kegiatan ekonomi setempat mengalami hambatan serius. Banyak pasar dan usaha kecil terpaksa berhenti beroperasi karena takut akan bentrokan atau intimidasi milisi. Warga merasa bahwa keamanan yang tidak stabil menghalangi mereka untuk melakukan aktivitas normal seperti berdagang, bekerja, atau mengakses layanan publik. Situasi ini menimbulkan rasa frustrasi yang meluas di kalangan masyarakat lokal.
Keluarga Arab Badui juga terkena dampak langsung. Banyak di antara mereka enggan kembali ke rumah masing-masing karena ketakutan akan serangan atau intimidasi milisi. Hal ini membuat sebagian sekolah yang digunakan sebagai tempat pengungsian tidak bisa difungsikan untuk kegiatan belajar-mengajar. Anak-anak pun kehilangan kesempatan mendapatkan pendidikan, sementara orang tua merasa frustrasi dan tidak ada jalan keluar.
Video berjudul "الناس بدأت تفقد صبرها في السويداء بعد رفض الهجري لكل المحاولات" yang diunggah oleh kanal Syria Plus pada 26 September 2025, menampilkan kekecewaan warga terhadap kondisi ini. Dalam video tersebut, warga menyoroti sulitnya mendapatkan kebutuhan dasar seperti roti, kondisi kehidupan yang memburuk, dan penolakan Al-Hajri terhadap semua upaya penyelesaian konflik. Pembangkangan milisi Al Hajri ke Damaskus dipicu okeh ambisi seperatisme dsn dukungan pada proyek neo kolonialisme Greater Israel.
Kelompok ini diisi oleh barisan sakit hati eks pendukung rejim Bashar Al Assad yang dulu terlibat dalam kejahatan kemanusiaan dan aktivitas kriminalisme.
Kritik juga diarahkan pada penunjukan pejabat baru era Presiden Ahmed Al Sharaa yang dianggap tidak mampu mengendalikan situasi untuk menangani masalah di provinsi tersebut.
Masyarakat merasa diabaikan oleh pihak berwenang dan tidak ada harapan untuk perubahan dalam waktu dekat. Sekolah-sekolah yang kosong menjadi simbol kegagalan sistem dalam memberikan pendidikan yang layak. Kehidupan warga sehari-hari terganggu, dengan banyak keluarga yang terpaksa mengungsi di tempat sementara dan menunggu kepastian keamanan.
Sebelumnya Damaskus berusaha mengendalikan situasi, namun serangan Israel ke ibukota membuat pasukan Suriah mundur.
Kritik warga Suwaida tidak hanya terbatas pada milisi Al-Hajri. Mereka juga mengeluhkan minimnya intervensi pemerintah pusat untuk mengendalikan situasi. Ketidakmampuan pihak berwenang ini membuat ketegangan semakin berkepanjangan dan menimbulkan rasa putus asa di kalangan penduduk.
Aksi milisi yang rutin melakukan demonstrasi dan pamer kekuatan militer, yang disebut Garda Nasional, di jalanan membuat suasana kota terasa tegang setiap hari. Banyak warga mengaku takut untuk bepergian ke pusat kota atau menjalankan aktivitas rutin karena khawatir terjadi bentrokan mendadak.
Keluarga Arab Badui yang tinggal di pinggiran kota menjadi salah satu kelompok yang paling terdampak. Mereka kesulitan untuk kembali ke rumah masing-masing, khususnya di daerah yang dikuasai pemberontak, sehingga mobilitas sosial dan kegiatan ekonomi keluarga terhenti. Anak-anak yang sebelumnya bersekolah kini kehilangan kesempatan belajar dan pendidikan mereka tertunda.
Selain dampak pendidikan, distribusi bahan kebutuhan pokok juga terganggu. Warga sering menghadapi kelangkaan roti dan kebutuhan dasar lainnya karena transportasi dan logistik menjadi terganggu akibat aksi milisi. Harga barang kebutuhan pokok pun meningkat drastis, menambah penderitaan masyarakat.
Di wilayah SDF Suriah, sebenarnya hal yang sama juga terjadi. Namun wilayah ini terkoneksi dengan Kurdistan Irak dan menguasai 70 persen ladang minyak Suriah sehingga secara ekonomi tidak terisolasi. Sementara Suwaida merupakan provinsi di dalam provinsi Daraa, meski berbatasan dengan Yordania.
Kekecewaan warga Suwaida juga muncul karena Al-Hajri menolak semua upaya penyelesaian konflik yang ditawarkan oleh komunitas lokal maupun Damaskus. Penolakan ini memicu kemarahan masyarakat yang merasa suara mereka tidak didengar.
Dalam video tersebut, warga menyoroti bahwa penunjukan pejabat baru untuk menangani masalah provinsi juga tidak membantu. Banyak warga menilai pejabat dari warta Deuze itu tidak kompeten sehingga situasi keamanan dan ekonomi tetap memburuk.
Sekolah-sekolah yang dijadikan tempat pengungsian kini tak bisa dijadikan temoat belajar. Anak-anak tidak memiliki akses ke pendidikan, sementara orang tua merasa frustrasi dan kehilangan harapan.
Aksi milisi yang terus berlangsung juga menimbulkan risiko sosial yang lebih luas. Konflik antarwarga bisa meningkat jika ketegangan terus berlanjut, dan kelompok minoritas rentan menjadi sasaran intimidasi. Tidak semua warga Druze mendukung separatisme apalagi jika itu menjadi agenda Israel.
Ekonomi lokal menjadi lumpuh karena banyak usaha kecil tutup. Aktivitas perdagangan dan jasa menurun drastis, dan warga kehilangan penghasilan utama mereka. Hal ini berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Warga Druze dan Arab menekankan pentingnya intervensi pihak berwenang untuk mengendalikan milisi Al-Hajri. Tanpa tindakan tegas, ketidakpastian akan terus menghantui kehidupan masyarakat dan memperburuk kondisi sosial-ekonomi.
Video dari Syria Plus ini menjadi bukti visual dari ketidakpuasan warga. Mereka menyampaikan pesan jelas bahwa kesabaran mereka telah habis dan mereka menuntut perubahan nyata.
Masyarakat menuntut agar upaya penyelesaian dilakukan segera agar anak-anak bisa kembali bersekolah, keluarga bisa pulang ke rumah masing-masing, dan ekonomi lokal bisa berjalan normal kembali.
Selain dampak sosial dan ekonomi, warga juga khawatir akan keamanan jangka panjang. Milisi yang terus pamer kekuatan militer meningkatkan risiko konflik bersenjata yang lebih luas.
Kondisi ini menunjukkan bagaimana situasi separatisme lokal dapat merusak kehidupan sehari-hari masyarakat, memicu ketakutan, dan menghambat akses terhadap pendidikan dan kebutuhan dasar.
Kesimpulannya, warga Suwaida menghadapi tekanan berat akibat aksi milisi Al-Hajri yang menolak semua upaya damai. Kehidupan sosial, pendidikan, dan ekonomi terganggu, sehingga masyarakat menuntut perhatian segera dari pihak berwenang untuk mengembalikan ketertiban dan stabilitas di provinsi tersebut.
Video lengkap mengenai situasi ini dapat diakses di kanal Syria Plus melalui tautan: https://www.youtube.com/watch?v=O0xSkVtz_oc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar